Dalam bukuVisi Iptek Memasuki Milenium III karangan
Zuhal ada sebuah sub-bab yang menceritakan iptek yang merakyat dan high touch.
Isinya dimulai dengan sejarah perkembangan manusia yang masih bergantung pada
alam sampai mulai dapat memanfaatkan alam untuk menunjang kebutuhan hidup.
Dalam kerangka iptek yang merakyat, buku itu menyebutkan bahwa manusia harus
secepatnya mewujudkan mapannya masyarakat berbasis pengetahuan, manusia yang
melek iptek dan siap menggunakan kemudahan yang tersedia untuk keperluan
perekonomiannya.
Sisi lain, yang disorot adalah antisipasi akibat dan konsekuensi kehadiran
high-tech. Oleh karena itu, Zuhal dalam bukunya menyatakan “Kita perlu melihat
high-tech dari kacamata kemanusiaan dan memahami dampaknya terhadap kualitas
hidup yang meliputi dan tidak terpisahkan dari evolusi budaya bangsa,
kreativitas, imajinasi serta aspirasi masyarakat Indonesia. Bagi kita high tech
bukan semata-semata artifak-kebendaan, objek material dan fisik saja, tetapi
juga merupakan sesuatu yang menyatu dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungan.”
Kalau sains masih bisa diletakan dalam sebuah wilayah bebas-nilai(meski sampai
saat ini masih banyak perdebatan mengenai sains yang bebas nilai), maka tak
begitu halnya dengan teknologi. Bagaimana tidak, teknologi(techne=cara dan
logos=pikiran) merupakan hasil dari proses berpikir manusia. Artinya teknologi merupakan
hasil kebudayaan, yang dalam proses pembuatannya melibatkan ideologi,
nilai-nilai dan pesan-pesan tertentu. Sms, misalnya, dalam budaya yang tingkat
literernya cukup tinggi mampu menghemat biaya pulsa, namun ketika diterapkan
dalam masyarakat tertentu malah dijadikan sarana baru untuk mengobrol.
Hasilnya, sms malah menjadi sumber pemborosan baru. Salah satu kisah lain yang
menarik adalah sebuah daerah yang penduduknya mayoritas bekerja sebagai TKW,
dikisahkan bahwa rumah mereka bagus-bagus, didalamnya ada kulkas, televisi dll.
Tapi kulkas tersebut tidak dimanfaatkan untuk menyimpan makanan yang cepat
busuk melainkan sebagai tempat menyimpan baju.
Dalam hal ini teknologi hanya menjadi sebuah alat baru untuk menentukan klas
seseorang. Dalam kacamata materialisme, aspek materi menjadi dasar dari sebuah
bangunan sedangkan aspek non-materi menjadi bangunan yang ada diatasnya.
Artinya dasar bangunan secara mutlak akan mempengaruhi bangunan diatasnya,
namun tidak berlaku sebaliknya. Pada kasus penerapan teknologi tinggi(high
tech), masyarakat di desa akan menyesuaikan diri dengan keberadaan teknologi
tersebut. Hal ini akan berbeda keadaannya jika teknologi tersebut merupakan
hasil dari proses berpikir masyarakat tersebut. Teknologi yang dihasilkan akan sesuai
dengan kebutuhan dan masyarakat tidak akan menganut ideologi asing yang mungkin
bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di suatu daerah.
Beberapa ciri manusia modern menurut Inkeles dan Smith dalam buku Teori
Pembangunan Dunia Ketiga adalah memiliki keterbukaan terhadap pengalaman dan
ide baru, berorientasi ke masa sekarang dan masa depan, punya kesanggupan
merencanakan, percaya bahwa manusia bisa mengendalikan alam dan bukan
sebaliknya dll. Hal ini terlihat dari teknologi-teknologi tinggi karya manusia
modern yang pada umumnya memiliki sistem kontrol untuk menegaskan kekuasaan
manusia. Adanya dikotomi manusia modern dan manusia tradisional--sebagai lawan
dari manusia modern—juga berdampak dari gaya hidup kedua kelompok tersebut.
Teknologi sebagai buah budaya manusia modern secara langsung memiliki sifat
sama dengan manusia modern.
Nilai-nilai yang berbeda inilah yang pada umumnya tidak disadari, sehingga
ketika suatu teknologi diimport atau digunakan oleh manusia tradisional ada
beberapa kemungkinan konflik. Pertama, teknologi tersebut ditolak, sebagaimana
yang seringkali dialami oleh peneliti yang melakukan pengawasan langsung ke
daerah-daerah. Selama masa pendampingan, teknologi tersebut dapat bekerja
dengan baik. Namun ketika dilepas, mereka kembali pada cara-cara konvensional.
Kemungkinan kedua, adalah masyarakat tradisional benar-benar bergantung pada
teknologi tersebut dan menerima semua perubahan tersebut dengan kepercayaan
mutlak. Akibatnya teknologi tersebut mencabut mereka dari akar budaya yang
telah ada sebelumnya(cenderung terjadi di bidang consumer technologies).
Oleh karena itu, ada satu hal yang tidak bisa dilupakan adalah tujuan dari
pembuatan teknologi tersebut, apakah teknologi dibuat dengan spesifikasi khusus
sesuai dengan kultur budaya masyarakat tertentu atau ia bersifat nir-ruang.
Sebagai produk budaya, tentu teknologi tak dapat bersifat nir-ruang. Solusi
yang paling mungkin adalah proses adaptasi, sehingga nilai-nilai yang dibawa
oleh teknologi tersebut dapat disaring dan dimanfaatkan semaksimal mungkin pada
daerah baru(daerah yang mengimpor teknologi tersebut).
Penerapan teknologi terkait langsung dengan perkembangan industri dan juga
militer. Artinya, kemajuan teknologi secara tidak langsung juga bisa dilihat
dari kemajuan suatu negara. Hubungan ini bisa disederhanakan dengan membagi
negara-negara di dunia menjadi dua kubu besar, yaitu negara maju dan negara
terbelakang. Negara maju dengan pembagian kerja secara
internasional(negara-negara industri dan negara-negara pertanian) berperan
sebagai negara industri sedangkan negara terbelakang pada umumnya masuk dalam
kelompok negara pertanian. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan
teknologi, pembagian kerja ini mengarah pada berkurangnya pendapatan
negara-negara pertanian sedangkan kebutuhan belanja barang-barang industri
cenderung naik.
Akibatnya, negara pertanian menjadi negara terbelakang dan negara-negera
industri melesat menjadi negara maju. Ada beberapa pendekatan yang bisa
digunakan untuk menganalisis keadaan ini, salah satu diantaranya adalah
pendekatan budaya. Sebagai pengembangan dari Etika Prostestan-nya Weber,
McClelland mengajukan n-Ach(the need of Achievement). Konsep ini menyatakan
bahwa keinginan, kebutuhan, atau dorongan untuk berprestasi tidak sekadar untuk
meraih imbalan material yang besar. Hal ini terungkap dari studi historis pada
pembangunan ekonomi di Spanyol pada abad ke-16. Hasilnya, pertumbuhan ekonomi
selalu didahului oleh karya-karya sastra yang mempunyai nilai n-ach yang
tinggi.
Kesimpulan
Dari beberapa teori dan contoh kasus diatas, terlihat bahwa teknologi yang
dalam kacamata materialisme akan mempengaruhi masyarakat yang menggunakan
teknologi tersebut dapat juga sebaliknya. Dalam masyarakat modern, perkembangan
industri yang berbanding lurus dengan teknologi dipengaruhi oleh tingkat
kebudayaan. Semakin tinggi nilai n-Ach, maka perkembangan ekonomi di negara
tersebut juga akan maju.
Hal ini secara tidak langsung juga menjadi jawaban atas kemajuan yang dialami
oleh negara-negara industri yang menjadi negara maju. Kehadiran alat-alat
produksi yang serba cepat dan mekanistik menjadi katalis untuk mempercepat
ritme hidup dan kemajuan. Akibatnya, ketika kultur masyarakat industri berubah
dengan cepat menjadi masyarakat modern(dengan ciri-ciri yang telah disebutkan
diatas). Masyarakat di negara-negara pertanian masih terbiasa dengan pola hidup
yang mengandalkan alam, tidak peka terhadap perubahan dll.
Ironisnya, ketika mereka sadar akan ketertinggalan ini, masyarakat
negara-negara terbelakang langsung mengadopsi teknologi tinggi yang menyebabkan
tingkat ketergantungan mereka terhadap negara maju semakin tinggi. Ditambah
intervensi negara-negara maju yang kini memegang posisi penting dalam
badan-badan dunia seperti PBB, WTO. Selanjutnya jika menggunakan cara pandang
linier, negara terbelakang akan mengikuti sejarah negara maju(berubah menjadi
negara industri) dan ketika negara terbelakang telah menjadi negara industri,
negara yang disebut maju adalah negara yang menguasai teknologi tinggi. Hal ini
berlangsung terus menerus seperti paradok Zeno(kisah dimana Zeno tidak berhasil
mengejar kura-kura yang sudah lari terlebih dahulu karena setiap kali Zeno
melangkah, kura-kura tersebut sudah melangkah maju lebih dahulu). Untuk
mengatasi ketertinggalan tersebut, maka negara-negara terbelakang harus mampu
menciptakan teknologi yang berasal dari akar rumput(grass-root), sehingga
teknologi mampu memutus matarantai ketergantungan terhadap teknologi yang
berasal dari negara maju, sekaligus menghindari terjadinya konflik internal.
0 komentar :
Posting Komentar